Surabaya (MediaKoranNusantara.com) – Ketua Tim Bramunastya Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Muhammad Adrian Fadhilah menjelaskan tindakan tidak aman kerap terjadi karena kelalaian pekerja, misalnya tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Selain itu, kondisi tidak aman yang muncul di lingkungan kerja misalnya kebocoran gas dan percikan api yang bisa menimbulkan kebakaran.
Mahasiswa yang akrab disapa Adrian ini menerangkan saat ini pengawasan yang dilakukan di lingkungan kerja hanya dilakukan secara manual oleh individu dengan menggunakan CCTV. Menurutnya, pengawasan manual memiliki banyak kekurangan karena pemantauan memiliki banyak titik buta, tidak dapat mendekati titik-titik yang tidak jelas.
“Pengawasan juga terbatas pada lingkungan kerja yang berbahaya bagi manusia,” tutur mahasiswa Departemen Teknik Sistem dan Industri ITS ini dikutip dari its.ac.id.
Di bawah bimbingan dosen, Adhitya Sudiarno, Adrian bersama kedua rekannya mengembangkan drone yang berfungsi mendeteksi potensi kecelakaan kerja. Inovasi ini dinamakan Environment and Human Safety Surveillance (Erasty).
Erasty adalah inovasi teknologi drone yang terintegrasi dengan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan untuk mencegah terjadinya kecelakaan di lingkungan kerja. Mereka membekali drone dengan kecerdasan buatan dan sensor guna mendeteksi tindakan dan kondisi tidak aman di tempat kerja.
Adrian memaparkan AI yang digunakan Erasty sejenis algoritma pembelajaran mesin bernama You Only Look Once (YOLO) yang dibuat untuk keperluan deteksi obyek. Tim yang juga beranggotakan Alif Aditya Wicaksono dari Departemen Teknik Komputer dan Hammam Dhiyaurrahman dari Teknik Sistem dan Industri ini kemudian melatih algoritmanya dengan memasukkan 2.323 label data yang terbagi menjadi lima parameter.
Adrian mengatakan setelah melakukan pelatihan pada algoritma selama satu bulan, Erasty mampu melakukan deteksi obyek dengan parameter manusia, helm pengaman, rompi pengaman, jaket las, dan sarung tangan. “Algoritma YOLO dipakai karena memiliki penyimpanan yang kecil dan optimal dalam mendeteksi obyek,” kata mahasiswa angkatan tahun 2018 ini.
Adrian beserta tim juga melengkapi Erasty dengan sensor gas intelijen dan detektor konsep api untuk menghindari kondisi yang tidak aman. Setelah melakukan pengujian di laboratorium, Adrian menjelaskan AI Erasty dapat mendeteksi dengan akurasi 90,87 persen selama sekitar 410 milidetik. Sedangkan sensor konsep intelligence gas dan flame sensor dapat mendeteksi pada jarak hingga 120 sentimeter.
Hasil ini cukup membuat Adrian dan tim gembira. Pasalnya, menurut Adrian, penelitian yang dimulai sejak Desember 2019 lalu ini sempat tersendat karena ditutupnya kampus serta Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja akibat Covid-19 sejak Maret lalu.
“Karenanya, Erasty dapat mencegah tindakan dan kondisi tidak aman dari pengambilan video drone dalam waktu kurang dari satu detik,” tuturnya.
Hasilnya tidak mengecewakan, inovasi yang pengembangannya sudah sampai versi betha ini berhasil mendapat Honorable Mention pada Expocytar Web 2020 di Argentina. Kompetisi yang diikuti ratusan peserta dari sejumlah negara di Amerika, Eropa, dan Asia ini diselenggarakan Milset America Latin (Amlat), Sarla Rosa-la Parpa Argentina, and RED ARCITECO. Expocytar Web 2020 merupakan ajang eksibisi untuk peserta yang mampu membuka peluang bisnis dan membagikan kreasi serta karya inovasi mereka di ajang internasional
Sebelumnya, inovasi Erasty ini juga berhasil menyabet dua penghargaan bergengsi pada ajang World Invention Competition and Exhibition (WICE), September 2020. Tim berhasil meraih medali emas pada kategori Applied Physics and Engineering dan Special Award dari World Invention Intellectual Property Associations (WIIPA). “Special Award dari WIIPA ini termasuk jajaran penghargaan yang tinggi,” kata Adrian.
Saat ditanya bagaimana awal mula ide ini tercetus, Adrian mengaku terinspirasi dari diskusi dengan dosen pembimbingnya, Adhitya Sudiarno. Menurut dosen yang akrab disapa Adith tersebut, ia tergerak tatkala mengikuti kerja sama profesional dalam pengembangan budaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia semenjak 2018 hingga sekarang.
“Alhamdulillah banyak hal yang dapat kami pelajari dan ikuti sebagai karya inovasi tambahan,” katanya.
Adith mengatakan masih banyak yang harus dilakukan untuk menyempurnakan Erasty. “Agenda pengembangan Erasty untuk tahap berikutnya telah disusun sesuai dengan roadmap riset di lab kami,” katanya. (KN06)
Foto : Ketua Tim Bramunastya ITS Surabaya Muhammad Adrian Fadhilah