KORAN NUSANTARA
indeks Jatim

Gubernur Soekarwo Meminta FKPPI Tidak Menodai Demokrasi

Surabaya (KN) – Gubernur Jawa Timur, meminta kepada anggota Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan Dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI) Jatim agar tidak menodai demokrasi di negeri ini dengan politik transaksional. Dengan politik transaksiona sama dengan menanggalkan nilai-nilai dalam Pancasila.Penegasan ini disampaikan Gubernur Jatim Soekarwo saat membuka Seminar Kebangsaan dan Musda FKPPI Jatim di Surabaya, Sabtu (29/10).

Pemimpin yang dihasilkan dari proses transaksi penuh modal pasti berdampak pada logika dagang untuk pengembalian modal yang paling memungkinkan dilakukan adalah korupsi atau penyalahgunaan jabatan.

Sebagai organisasi putra dan putri purnawirawan, sudah selayaknya FKPPI menolak keras politik transaksional dalam memilih pengurusnya. Karena lembaga ini terlahir untuk menegakkan Pancasila dan UUD 1945. “Politik transaksional hanya akan menodai niatan suci untuk menegakkan demokrasi dan Pancasila,” kata Soekarwo.

Sudah saatnya bahwa berpolitik adalah sebuah “pilihan hidup” tapi bukan satu-satunya jalan untuk penghidupan, karena penuh spekulasi di era materialistik ini. Politik transaksional akan menjadi keharusan apabila mentransaksikan aspirasi, kepentingan dan ekspektasi publik tentang kesejahteraan antara konstituen dengan aktor politik untuk diaksentuasikan ke dalam produk politik yang populis atau memihak masyarakat, dan bukan transaksi yang dipenuhi propaganda politik saja.

Situasi masyarakat yang gila demokrasi. Mereka menganggap demokrasi sama dengan voting (pemungutan suara). Padahal seharusnya yang ditonjolkan adalah musyawarah untuk mufakat. “Demokrasi yang disalahartikan ini, kemudian menjadi demokrasi transaksional, tongkat setong sekeet (satu suara lima puluh ribu rupiah)”, kata Soekarwo.

Demokrasi ini disebut gila, karena mengandalkan suara yang banyak sebagai pemenang. “Jadi kalau ada orang sepuluh, yang satu waras yang sembilan gila semua dan minum racun, yang gila yang dimenangkan, ya akhirnya mati semua,” katanya.

Ketua Umum FKPPI Pontjo Sutowo mengatakan, reformasi yang bergulir 1998 silam telah membawa efek yang kebablasan. Semua tatanan di masa orde baru harus ditinggalkan semua. Celakanya, reformasi tidak menyiapkan grand design pembangunan.

Akibatnya, sangat terasa, UUD 1945 saja sudah empat kali diamandemen. GBHN juga dihilangkan lalu diganti RPJMP (Rencaana Pembangunan Jangka Menengah dan Jangka Panjang). Padahal GBHN dan RPJMP jelas berbeda. RPJMP itu isinya merupakan janji pembangunan dari pemenangan politik. Kalau GBHN itu, isinya aspirasi kebutuhan masyarakat dan daerah yang dikompilasi. (yok)
Foto : Gubernur Jatim Soekarwo

Related posts

Gubernur Usul Best Practice Dalam Grand Desain Pendidikan Karakter

kornus

Pemilu 2024 Dilaksanakan 14 Februari, Golkar Surabaya Pertanyakan Kepastian Pemekaran Dapil

kornus

Kantor Pemkab Yalimo Papua Dibakar Orang Tak Dikenal

redaksi