KORAN NUSANTARA
indeks Jatim

Prosentase Penduduk Miskin Jatim Mengalami Perubahan Selama Priode Maret 2010-2011

bpsSurabaya (KN) – Penduduk miskin/di bawah garis kemiskinan Jawa Timur sampai dengan Maret 2011 jumlahnya sekitar 5,356 juta orang atau 14,23 persen dari seluruh Jumlah penduduk. Mengalami penurunan 0,163 juta orang jika dibandingkan dengan Maret 2010, penduduk miskin yang mencapai 5,529 juta orang atau sekitar 15,26 persen dari penduduk Jawa Timur.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, Irlan Indrocahyo SE MSi di kantornya, Jumat (1/7) mengatakan, persentase penduduk miskin mengalami perubahan selama periode Maret 2010 – Maret 2011, baik terjadi di daerah pedesaan maupun di perkotaan yang masing-masing turun 1,55 persen poin dan 0,71 persen poin. Ditinjau secara spasial, kemiskinan di daerah pedesaan pada Maret 2011 sebesar 3,59 juta penduduk atau 66,99 persen dari total penduduk miskin di Jawa Timur.
Pada periode Maret 2010 – Maret 2011, garis kemiskinan mengalami kenaikan sebesar Rp 199.327 menjadi sebesar 219.727 rupiah atau naik 10,23 persen. Garis kemiskinan makanan pada 2011 sebesar 162.017 rupiah atau memberikan konstribusi sebesar 86,03 persen terhadap angka garis kemiskinan.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan adalah beras, rokok kretek filter, gula pasir dan tempe. Untuk komoditi bukan makanan adalah biaya perumahan, listrik, pendidikan dan kayu bakar. Pada kelompok non makanan pada 3 komoditas yang memiliki kontribusi teratas untuk masing-masing daerah (perkotaan dan perdesaan) yaitu perumahan, listrik dan pendidikan untuk daerah perkotaan, sedangkan daerah perdesaan terjadi pada komoditas perumahan, kayu bakar dan listrik.
Sedangkan nilai indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) di daerah perdesaan lebih tinggi 2 kali lipat dibandingkan dengan di perkotaan. Pada Maret 2011, nilai Indeks kedalaman kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 1,51 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,96. Nilai indeks keparahan kemiskinan (P2) untuk perkotaan hanya 0,35, sementara di daerah perdesaan sebesar 0,72 atau 2 kali lipat daripada perkotaan.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran, Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk  miskin terhadap total penduduk.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan.
Garis kemiskinan makana merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
Garis kemiskinan bukan makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 36 jenis komoditi
Indeks kedalaman kemiskinan/poverty gap indeks (P1), merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
Indeks keparahan kemiskinan/poverty severity indeks (P2), merupakan ukuran tingkat ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks maka semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. (rif)

Related posts

Amir Syamsudin Mengungkapkan Adanya Petugas Lapas Jadi Kurir Sabu

kornus

Pembangunan Kilang Minyak Mandeg, Jokowi Ngamuk

redaksi

Menteri Sosial Mengapresiasi Keberhasilan Pemkot Surabaya Mengatasi PMKS

kornus