KORAN NUSANTARA
Headline indeks Lapsus

Pemkot Melanggar Hukumnya Sendiri, Bangun RSUD dr Soewandhie Ditengarai Sengaja Langgar Garis Sempadan

bangunan-rsud-dr-soewandie-di-jl-tambak-rejo-surabayaSurabaya (KN) – Regulasi berupa peraturan daerah (Perda) di sebuah kota, dibuat dengan pembahasan serius oleh eksekutif dan legislatif. Harapannya, dengan aturan yang ada, pelaksanaan pemerintahan dan tata laksana kemasyarakatan bisa berjalan dengan baik. Namun bagaimana jika peraturan yang dibuat itu dilanggar sendiri oleh pembuatnya? Lantas siapa yang bisa menindak?Hal inilah yang terjadi pada pembangunan RSUD dr M Soewandhie di Jl Tambak Rejo, Surabaya. Rumah sakit milik pemerintah (Pemkot Surabaya) itu, dengan jelas telah melanggar garis sempadan pagar dan garis sempadan bangunan, khususnya pada bangunan yang baru saja bediri yang dibiayai puluhan miliar dana APBD 2015 dan 2016 itu.

Sesuai aturan, bangunan bertingkat milik RSUD dr M Soewandhie itu telah melanggar Perda Kota Surabaya Nomor 6 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Perda Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2009 tentang Bangunan.

Dalam regulasi itu, disebutkan pada Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (28) bahwa Garis Sempadan Pagar yang selanjutnya disingkat GSP adalah garis rencana jalan yang ditetapkan dalam rencana kota. Sementara pada ayat (29) disebutkan, Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan ke arah GSP yang ditetapkan dalam rencana kota.

Tak hanya melanggar Perda 6/2013 saja, bangunan RSUD dr M Soewandhie itu juga melanggar Perda Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya Tahun 2014-2034. Dalam aturan itu juga diatur masalah garis sempadan.Mestinya, bangunan RS Soewandie itu mundur sekitar 5 meter dari bibir saluran karena kelas lebar jalan di Jl Tambak Rejo itu sekitar  10 meter.

Dalam aturan itu diatur tentang pendirian bangunan tak boleh melampaui atau mepet dengan GSP. Sementara kenyataannya, bangunan RSUD dr M Soewandhie itu justru tak memberi contoh bangunan lainnya.

Berbeda dengan kawasan segitiga ekonomi atau bisnis di Surabaya, Jl Basuki Rahmat, Jl Embong Malang, Jl Tunjungan sampai Jl Urip Sumohardjo, masalah GSP dan GSB ini tak dipermasalahkan. Di tempat itu tak diatur tentang GSP dan GSB lantaran untuk perluasan bangunannya sudah kesulitan lahan.

Sebagai bangunan milik pemerintah, seharusnya memberikan contoh yang baik, bukan malah sebaliknya. Jika hal ini saja tak ditindak, maka tak menutup kemungkinan bangunan-bangunan lain baik milik swasta maupun pemerintah, akan melakukan pelanggaran serupa.

Pemberlakukan garis sempadan ini justru berlaku untuk seluruh bangunan tanpa terkecuali, baik itu milik pemerintah ataupun swasta. Bagi yang melanggar, tentu harus ditindak tegas sesuai aturan yang ada. Bahkan aturan sempadan itu juga sesuai dengan kelas jalan. RSUD dr M Soewandhi yang ada di Jl Tambah Rejo, jalannya memiliki lebar sekitar 10-11 meter. Maka garis sempadan bangunannya harus 5-6 meter dari bahu jalan. Nah, untuk RSUD dr M Soewandhie ini, bangunannya sampai menjorok ke batas trotoar yang ada.

Menurut Kasi Pengendalian, Pengawasan dan Penertiban Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Ali Murtadho, sesuai Perda yang ada, terkait garis sempadan bangunan berlaku terhadap semua bangunan yang ada tanpa terkecuali. Jika melanggar aturan tentu harus ditindak sesuai aturan yang ada. Bahkan tak ada istilah toleransi bangunan atau gedung milik siapapun.

Sementara anggota Komisi C DPRD Surabaya Sudirdjo menegaskan, dengan adanya pelanggaran garis sempadan bangunan yang dilakukan RSUD dr M Soewandhie milik Pemkot Surabaya itu, tentu harus ditertibkan dan dibongkar.

“Pemkot harus memberi contoh yang baik, jangan malah melanggar aturannya sendiri. Kalau pemkot melanggar aturannya, sama saja melemahkan wibawa pemkot sendiri. Kalau alasan kekurangan lahan kan bisa membangun dilahan baru, Pemkot  punya banyak aset tanah, daripada dikuasai pihak ketiga kan lebih baik dipakai sendiri untuk perluasan pembangunan rumah sakit,” ” tegas Sudirdjo.

Plt Kepala Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Eri Cahyadi, Kamis (15/9/2016) siang hingga sore, ketika akan dikonfirmasi terkait pelanggaran bangunan RSUD dr Soewandie itu tak nerhasil dihubungi. Berkali-kali dihubungi melalui ponselnya tak ada jawaban, di sms pun tak ada balasan, sedangkan di datangi di kantornya pun tak ada. (anto/jack)

 

 

 

Related posts

Pemprov Jatim Siapkan Rapid Test untuk 200 PMI dari Malaysia yang Dijadwalkan Mendarat di Juanda Sore Ini

kornus

Polrestabes Surabaya Tangkap WNA Asal Korea

kornus

PLN Indonesia Power pastikan listrik aman selama libur Idul Adha