KORAN NUSANTARA
hukum kriminal indeks

Pelaku Pembalak Mangrove Terancam 10 Tahun Penjara

pembalakan manggrupSurabaya (KN) – Pelaku pemabalakan mangrove di Kejawenputih yang diperiksa polisi baru sebatas saksi.  Ada  empat orang pembalak itu yang kini masih terus diperiksa di Polrestabes Surabaya. Selain itu, polisi masih terus mencari saksi-saksi lain. Namun jika terbukti mereka bakal terancam hukuman pidana  hingga 10 tahun penjara.
“Mereka masih disidik oleh tim khusus. Jadi hasilnya belum bisa kami umumkan. Kalau saya yang bilang, saya khawatir malah ada salahnya. Yang jelas sekarang ini sudah ada empat orang yang diperiksa penyidik terkait dengan pembalakan liar mangrove tersebut,” kata AKP Suparti, Kepala Bagian Humas Polrestabes Surabaya saat dihubungi wartawan, Senin (16/5).
AKP Suparti menyatakan, saat ini tim khusus yang dipimpin oleh Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Anom Wibowo terus melakukan penyidikan. Namun sementara belum ada peningkatan status dari saksi menjadi tersangka.
Meski demikian, lanjut dia, dari orang-orang yang sudah diperiksa tim penyidik Polrestabes sudah mengumpulkan bukti dan berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan dan Dinas Pertanian Pemkot. “Semua sudah ditangani Reskrim, dan sejauh ini perkembangannya masih belum bisa kami umumkan,” katanya.
Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Coki Manurung saat dihubungi, Minggu (15/5) menegaskan, pembalakan hutan mangrove di kawasan Pamurbaya di kawasan Kejawenputih, kecamatan Sukolilo terancam 10 tahun penjara atau denda Rp 5 miliar. Ancaman itu tertuang dalam Undang-Undang (UU)  No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan KUHP pasal 406 tentang Pengerusakan.   “Dua aturan itu yang akan diterapkan Polrestabes Surabaya dalam menangani kasus pembalakan hutan mangrove tersebut,” kata Coki.
Terkait dengan ini, sesuai dengan pasal 78 UU Kehutanan tersebut, pelaku pembalakan didenda maksimal Rp 5 miliar atau kurungan maksimal 10 tahun penjara. “Jadi aturannya sudah jelas, pembalakan hutan mangrove itu sudah melanggar UU Kehutanan. Selanjutnya, siapa pun pelaku pembalakan hutan itu bisa dipersalahkan secara UU tersebut,” terangnya.
Di sisi lain,  pelaku pembalakan hutan mangrove Kejawenputih juga bisa dijerat pasal pengrusakan yang tertuang dalam pasal 406 KUHP tentang pengrusakan. Dalam UU tersebut disebutkan, barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hak membinasakan , merusakkan , mmebuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang lain , dihukum penjara selama- lamanya dua tahun delapan bulan. “Dua pasal itu akan kami terapkan nanti setelah orangnya kami tangkap,” tambahanya.
Saat ini, Polrestabes sedang mengadakan penyelidikan dan mencari informasi siapa pelaku pembalakan hutan mangrove tersebut. Bila pelakunya sudah ditangkap, polisi akan mencari bukti di lapangan dan mencari saksi-saksinya. “Yang pasti kami sudah menerjunkan anggota untuk menangani masalah tersebut,” ujarnya.
Sedangkan DPRD Kota Surabaya meminta agar para pembalak pohon mangrove di Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) itu diproses secara hukum karena sudah terbukti merusak lingkungan. “Pamurbaya merupakan hamparan pantai yang tidak terbentengi oleh pulau atau gugusan karang pemecah ombak. Jadi satu-satunya yang menjadi benteng di Pamurbaya hanya hutan mangrove. Sehingga, kalau ada tsunami maka gugusan ombak pantai timur akan terhadang mangrove. Tapi, kalau sudah tidak ada mangrovenya, maka ombak laut di pamurbaya akan masuk ke daratan tanpa bisa dibendung,” kata Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Achmad Suyanto.
Dengan fakta ini, menurut Achnad Suyanto, habitat tanaman bakau atau mangrove yang merupakan tanaman yang berakar banyak dan kuat bisa mengurangi hantaman ombak dan angin masuk ke daratan. “Kondisi di sana beda dengan pantai utara Surabaya yang masih terlindungi oleh pulau Madura,” ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, semua warga kota harus menyatakan perang terhadap pembalak liar di kawasan Mulyorejo, Sukolilo, Rungkut sampai dengan Gunung Anyar. “Aparat pemkot harus menyediakan Satpol PP laut, coast guard atau polisi air. Pembalak harus dikejar sampai ke liang semut,” tandasnya dengan nada jengkel.
Selain,  kasus pembalakan mangrove secara liar di Kawasan Hutan Konservasi Mangrove di Kejawenputh seluas 10 hektare itu sangat memprihatinkan dan tamparan bagi Pemkot Surabaya, sebagai pemangku kebijakan di Surabaya. “Pembalakan liar tersebut harusnya tidak boleh terjadi, kalau pengawasan Muspika di kawasan itu sangat jeli dan ketat, tapi faktanya sudah ribuan pohon mangrove ditebang, proses penebangannya baru diketahui,” katanya.
Acmad Suyanto menambahkan, proses pembalakan itu tidak mungkin dilakukan hanya dalam satu hari, mengingat luasnya lahan yang dirusak mencapa 10 hektar. Sementara mangrove yang ditebang, usianya sudah 10 – 15 tahun sejak ditanam pertama kali, dengan indikasi lebar diameter mangrove yang mencapai 10 cm – 20 cm, setiap pohon.Terkait dengan ini dewan mendesak kepada Pemkot Surabaya agar menindak aparatnya bila da yang terlibat dalam pembalakan tersebut.
“Kami juga minta kepada polisi, untuk serius mengungkap pelaku perusakan kawasan konservasi Pamurbaya dengan menerapkan aturan perundangan yang sudah ada dan jelas, khususnya UU Kehutanan dan pasal pengruskan pada KUHP,” tegasnya. (mbah)

;

Related posts

Menko Polhukam : Pergeseran Paradikma Keamanan Didorong Oleh Globalisasi

kornus

Tenaga Pengajar dan Orang Tua Diminta Agar Tak Terlalu Keras Dalam Mendidik Anak

kornus

Rizal Ramli Ingatkan Soekarwo Agar Tak Lagi Rebut Kekuasaan Dengan Cara Tidak Fair

kornus