KORAN NUSANTARA
indeks Surabaya

Jika Pemkot Tetap Menggunakan Anggaran Tipping Fee Untuk PT SO, Ketua Panitia Lelang dan Walikota Harus Bertanggungjawab

Surabaya (KN) – Anggota Komisi A DPRD Surabaya Erick Reginal Tahalele mengatakan, Pemkot telah menyalahi prosedur, dan ketua panitia lelang Erik Cahyadi juga menyalahi aturan, karena memenangkan PT Sumber Organik (PT SO) yang tidak sesuai dengan putusan Pansus DPRD.Padahal, dalam putusan itu jelas-jelas dinyatakan pihak ketiga yang diajak kerja sama itu adalah investor yang dapat memberikan sharing profit terbesar serta biaya tipping fee terkecil.

“Kewajiban Pemkot hanya menyediakan lahan dan bangunan di TPA Benowo, mempermudah izin serta menyediakan bahan baku berupa sampah. Sekarang malah muncul angka senilai Rp 57 miliar untuk tipping fee itu dari mana,” ungkap politisi Partai Golkar ini.

Sementara perjanjianya pakai pola Bangun Guna Serah (BOT) selama 25 tahun dalam satu paket. Lucunya lagi,  kalau BOT harusnya Pemkot yang punya lahan dan punya dapat hasil, tapi ini sebaliknya Pemkot justru yang bayar sampai ratusan miliar, kalau dihitung sesuai masa BOT atau investornya seperti buruh giling sampah dapat upah diatas lahan milik Pemkot.

Hasil penelusuran Koran ini, pola lelang BOT infrastruktur pengelolaan sampah yang dibagi dua dalam satu paket tersebut ternyata acuan yang digunakan oleh Pemkot dalam dokumen pelelangan juga gado-gadeo. Artinya lelang pemanfaatan lahan menggunakan acuan PP 38 tahun 2008 dan Permendagri 17 tahun 2007 sebagai pedoman pengelolaan barang milik daerah.

Sedangkan untuk pembakaran sampah menggunakan acuan Perpres 67 tahun 2005 serta PP 50 tahun 2007. Mestinya pelaksanaan lelang dua item dalam satu paket tersebut menggunakan acuan Perpres 54 tahun 2010tentang pengadaan barang dan jasa yang dibiayai APBD. Sehingga dari sisi aturan saja sudah nampak gado-gado karena keberanian saja untuk melanggar aturan.

Ini diduga karena faktor kepentingan oknum yang menonjol, maka aturan yang sekiranya menyulitkan panitia. Padahal untuk pengelolaan sampah tersebut banyak sekali aturanya, diantaranya Permenko Ekuin No. 3 tahun 2006, Permen PPN BAP PENAS No. 3 tahun 2009 dan No. 4 tahun 2010, Permen KU No. 38 tahun 2006 dan No. 260 tahun 2010, Perpres No. 78 tahun 2010 dan No. 12 tahun 2011 sampai dengan Permen PU No. 21 tahun 2010. Tetapi semua semua ketentuan yang mengatur kerjasama pengelolaan sampah (Innfrstuktur) tersebut diabaikan.

Untuk diketahui, lelang pengelolaan sampah di TPA Benowo tersebut diikuti oleh 5 peserta, kemudian yang memenuhi persyaratan tinggal 4 peserta. namun diperkalanan lelang satu peserta lagi mengundurkan diri, sehingga tinggal 3 peserta masing-masing PT ITR yang menawar Rp 100 per Kg, PT MC menawar Rp 110 per Kg dan PT SO yang menawar Rp 119 per Kg. Oleh panitia lelang dimenangkan peserta penawar yang paling mahal dengan nilai investasi bangunan pembakar sampah yang paling murah, ini yang menimbulkan besar dugaanya agar bisa menghabiskan dana APBD Surabaya yang paling besar.

Lebih lanjut Erick mengatakan, anehnya jika tipping fee Rp 119 per kg sampah, seharusnya setahun hanya membutuhkan Rp 44 miliar. Namun dalam APBD 2013, tipping fee diloloskan menjadi Rp 557 miliar.

“Saya melihat prosedurnya salah semua, tidak melalui aturan main yang ada. Persoalan ini tidak lagi menjadi polemik, namun sudah harus menjadi sikap. Terutama Pemkot yang harus meninjau ulang,” katanya.

Erik menegaskan jika Pemkot tetap menggunakan anggaran tipping fee Rp 57 untuk PT SO, ia menyatakan Ketua Panitia Lelang serta Walikota Tri Rismaharini harus bertanggungjawab. Sebab, ini sudah masuk dalam ranah pidana.

“Saat kita konsultasi dengan Mendagri proses itu catat hukum dan tipping fee yang diajukan pemkot juga tidak sesuai prosedur. Untuk itu saya meminta walikota membatalkannya,” tegas Erick.

SEmentara persetujuan kerjasama antara Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan PT Sumber Organik (SO) dalam pengelolaan sampah di Tempat Penampungan Akhir (TPA) Benowo tersebut sampai sekarang belum mendapat persetujuan dari dewan.

Menariknya, lima dari tujuh farksi di dewan tetap menyebut persetujuan dewan atas kerjasama tersebut belum ada, sementara Ketua DPRD Surabaya Wishnu Wadhana (WW) memastikan persetujuan kerjasama itu sudah ada, namun dirinya belum bisa menunjukkan kerjasama itu dilaksanakan tanggal, bulan dan tahunnya.

Lima fraksi yang menyatakan tidak pernah tahu peretujuan kerjasama tersebut dan tidak setuju atas pengeluaran anggaran tersebut adalah Fraksi Partai Golkar (FPG), Fraksi Persatuan Amanat Kebangkitan Indonesia Raya (Fapkindo), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) dan Fraksi Partai Demokrat (FPD).

Sudirjo, Anggota Fapkindo DPRD Surabaya mengatakan, persetujuan dewan atas kerjasama antara pemerintah daerah dengan pihak ketiga tertuang di dalam PP 16/2010 tentant Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Intinya, semua kerjasama antara pemerinta daerah/kota harus mendapat pesertujuan DPRD setempat, apalagi persetujuan yang dimaksud menggunakan uang Negara.

Bahkan, kata Sudirjo, Kasubdit Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri, Arsan Latif saat di Surabaya beberapa waktu lalu sudah menjelaskan semua kerjasama antara pemerintah daerah dengan pihak ketiga tetap harus mendapatkan pesertujuan DPRD setempat.

“Waktu itu, sekitar akhir Desember 2012 saya dan sejumlah anggota dewan dari sejumlah fraksi menanyakan langsung kepada Pak Arsan. Pertanyaannya, apakah boleh kerjasama antara pemerintah daerah dengan pihak lain tanpa persetujuan dewan? Pak Arsan langsung menjawabnya tidak boleh dan kerjasama Pemkot dan PT SO harus mendapatkan persetujuan dewan,” ungkapnya.

Menurutnya, Arsan sempat kaget juga ketika diberitahu bahwa kerjasama antara PT SO dengan pemkot belum adanya persetujuan dewan tersebut. Tapi, lanjut dia, atas dasar jawaban pejabat Kemendagri itu bahwa persetujuan dewan, bukan pimpinan dewan, tetap dibutuhkan di dalam setiap kerjasama antara pemerintah daerah dan pihak lain. Karena, kerjasamanya menggunakan uang negara.

“Kami akan tetap mempermasalahkan dan menanyakan persetujuan dewan soal kerjasama tersebut. Mana persetujuan dewannya, wong Fapkindo belum pernah tahu soal persetujuan itu,” ungkap politisi PAN tersebut.

Selain itu, Sudrjo pernah menanyakan ada atau tidaknya persetujuan dewan kepada Erick Cahyadi, Plt Kepala Bagian Bina Program Pemkot selaku pejabat yang mewakili Pemkot dalam penilaian kinerja PT SO. Namun, waktu itu Erick menjawabnya, persetujuan dewan yang dipegang Pemkot berupa persetujuan pimpinan dewan.

“Saya kira persetujuan dewan sangat berbeda dengan keputusan DPRD. Karena itu, fraksinya akan terus mempermasalahkan hal itu. Bahkan, fraksinya akan lepas tanggungjawab, jika kerjasamanya tetap dilanjutkan tanpa persetujuan DPRD secara kelembagaan,” tegas Sudirjo.

Sementara, Ketua DPRD Surabaya Wisnu Wardhana tetap ngotot persetujuan dewan atas kerjasama antara Pemkot dan PT SO sudah ada. Namun, katika diminta untuk menunjukkan tanggal, bulan dan tahun kerjasama itu dirinya belum bisa menunjukkan kerjasama tersebut. (anto)

 

 

 

 

Related posts

Ini Alasan Warga Cimahi Simpan Jasad Ayah-Anak hingga Jadi Tulang Belulang

redaksi

Harga Minyak Naik, Wali Kota Eri Cahyadi: Kemendag Akan Gelontor Minyakita

kornus

Optimalkan Kinerja TNI Panglima TNI Rotasi dan Mutasi 105 Perwira Tinggi TNI

kornus