KORAN NUSANTARA
ekbis Headline indeks

Harga Komoditi Gula Dianggap Paling Bandel Selama Operasi Pasar di Jatim

Kepala- Perum -Bulog -Divre- Jawa Timur- Witono, Surabaya (KN) – Kegiatan operasi pasar (OP) telah digelar oleh Perum Bulog bekerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jatim. Selama 15 hari pelaksanaan OP terhitung sejak 27 Mei hingga 10 Juni, sejumlah kebutuhan bahan pokok sudah mengalami penurunan. Namun lain halnya dengan komoditi gula yang dianggap paling bandel.“Selama OP ini, gula satu-satunya komoditi yang paling bandel. Walaupun sudah digelontor dari gula milik PTPN X, Kebon Agung, dan RNI, harganya masih tetap tinggi. Penurunan harga gula setelah OP masih tercatat 1,11 persen,” kata Kepala Perum Bulog Divre Jawa Timur, Witono, Jumat (10/6/2016).

Selama OP berlangsung sekitar dua minggu, Bulog Jatim telah menjual gula sebanyak 672 ton. Ia menyebutkan, harga gula sejak Mei lalu memang mengalami lonjakan yang cukup tinggi di atas Rp 16 ribu per kilogram (kg). Setalah OP kini harga hanya masih di kisaran Rp 15.500 per kg.

Kepala Disperindag Jatim, M Ardi Prasetyo mengatakan, OP untuk stabilisasi harga gula memang belum berdampak signifikan. Ia menduga hal itu terjadi akibat stok gula di tingkat agen dan pedagang yang masih cukup tinggi. “Pedagang itu beli gula sudah di atas Rp 14 ribu per kg. Jadi harga di pasar masih sulit ditekan hingga mencapai Rp 12 ribu per kg,” jelasnya.
Ia menjelaskan, sesuai arahan dari Gubernur Jatim Soekarwo saat rapat dengan pedagang besar dan produsen gula tanggal 25 Mei lalu disepakati, harga gula di Jatim ditargetkan bisa mencapai Rp 11.750 per kg. Namun harga jual maksimal diharapkan sebesar Rp 12.000 per kg.

Kendati belum bisa memenuhi target gubernur, ia beranggapan harga akan dapat berangsur turun jika stok di pedagang dan agen mulai habis. “Kalau stok pedagang habis dan pabrik gula mulai giling tebu, maka akan ada stok baru dengan harga yang lebih murah. Gula baru ini yang akan membanjiri pasar-pasar dan bisa menurunkan harga kembali normal,” ungkapnya.
Menurutnya, jumlah gula di agen dan pedagang itu tidak bisa dihitung. Sehingga ia tidak bisa memprediksi kapan stok pedagang habis dan harga bisa mulai normal. “Kita cek digudang memang kosong, tapi saat mereka jual gulanya langsung ada dalam jumlah yang cukup besar,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, adanya kebijakan Permendag No 74 Tahun 2015 terkait perdagangan gula yang tidak diatur tata niaganya juga menjadi persoalan baru. “Dulu kalau mau jual gula ke daerah lain seperti ke Jawa Tengah harus ada rekomendasi dari kami (Disperindag Jatim) jadi kami bisa mengontrol distribusi gula. Tapi sekarang tidak lagi, sehingga kami tidak punya data valid berapa stok tersisa dari hasil giling 2015,” katanya.

Ia pun telah mencoba menyurati produsen dan distributor gula untuk melaporkan tata niaga gulanya. Namun, hal itu dinilainya kurang ampuh, karena kurang direspon oleh produsen dan distributor. Untuk itu, saat ini ia hanya berharap stok pedagang segera habis dan gula hasil giling Mei dan Juni bisa segera dipasarkan untuk menormalkan kembali harga gula. (ovi)

Related posts

BPS : Neraca Perdagangan Juni 2019 Surplus 200 Juta Dollar AS

kornus

Lantik Forkom LPMK, Wali Kota Eri Cahyadi Ingin Wujudkan Kampung Madani

kornus

Kemendagri Gelar Rakornas Pengendalian Inflasi Daerah 2022

kornus