KORAN NUSANTARA
Headline indeks Jatim

Gubernur Jatim Larang Pabik Gula Giling Gunakan Bahan Rafinasi

ilustrasi-pabrik-gulaSurabaya (KN) – Maraknya gula rafinasi impor yang beredar kian meresahkan para petani tebu. APTRI menilai gula rafinasi impor yang juga kerap diproses di PG (pabrik gula) untuk mengisi idle capacity (kekosongan kapasitas) juga mengolahnya menjadi gula kristal putih merugikan petani tebu.

Menyikapi hal itu, Gubernu Jatim Soekarwo setelah berdiskusi dengan wakil Gubernur Saifullah Yusuf, memutuskan untuk melarang pabrik gula di Jawa Timur memroses gula rafinasi. “Kebijakan yang dapat diambil sesuai kewenangan kami di pemerintah daerah, kami melarang semua PG di Jatim giling gula rafinasi. Ini tak hanya imbauan dan larangan tapi akan kami awasi betul,” tandas Gubernur Soekarwo.

Ia menegaskan, jika larangan itu dilanggar oleh pihak PG, maka pihaknya bakal menerapkan sanksi penutupan sementara. “Semua PG harus giling gula berbahan tebu bukan rafinasi. Ini juga berlaku untuk PG yang baru dibangun. Kalau sampai dilanggar, pabriknya akan kami tutup sementara,” tuturnya.

Ketua APTRI Jatim, Arum Sabil mengatakan, banyaknya gula rafinasi yang beredar saat ini sangat meresahkan petani. Dampaknya yang paling nyata saat ini, kata Arum, gula produksi dari giling tahun 2012 lalu mencapai 1,25 juta ton. “Produksi gula 1,25 juta ton ini menjadi prestasi bagi Jawa Timur, tapi kini gula itu masih tersisa lebih dari 800 ribu ton,” katanya.

Adapun sisa gula yang masih cukup besar tersebut, lanjut dia, tidak bisa dijual ke wilayah Indonesia Timur. Hal ini dikarenakan banyak gula rafinasi yang telah beredar di sana, sehingga gula tebu Jatim tak laku.

Untuk itu, Arum juga meminta bantuan Gubernur Jatim untuk dapat membantu dan mengambil kebijakan terkait penjualan dan tata niaga gula untuk wilayah Indonesia Timur tersebut.

Sementara itu, jelas Arum, kebijakan impor gula rafinasi yang diputuskan pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan juga melebihi kapasitas yang dibutuhkan. Sehingga, rembesan gula rafinasi impor banyak yang masuk ke pasar dan tentunya ini merugikan petani tebu.

Menurut dia, persoalan petani tebu saat ini tak hanya soal gula rafinasi impor, melainkan juga rendahnya rendemen (kadar gula dalam batang tebu) gula pada musim giling 2013 yang dimulai sejak Mei lalu.

“Saat ini rendemen lebih rendah dibanding tahun lalu. Jika 2012 rata-rata bisa mencapai 8 persen, sekarang hanya dikisaran 7 persen, bahkan tak sedikit yang masih 6 persen,” ungkpanya.

Dengan rendahnya rendemen, kata Arum, maka petani tak mendapatkan keuntungan. “Untuk bisa BEP dari proses produksi tebu per kilogram harganya Rp 9.000. Namun, saat ini lelang gula harganya di bawah harga BEP. Terakhir harga lelang gula Rp 8.800/kg,” ujarnya.

Rendahnya harga lelang gula juga dipicu rendahnya HPP (harga pokok penjualan) yang ditetapkan pemerintah pusat yang hanya Rp 8.100. Jika rendemen jatuh, ujar dia, harga lelang gula rendah, maka ini sangat merugikan petani. (rif)

Related posts

Menwa Unisma Malang Jadi Resimen Mahasiswa Pertama di indonesia Sukses Selenggarakan Penataran JSN 45 Se-Indonesia Secara Online

kornus

Surabaya Jadi Percontohan Pengembangan Jaringan Gas Bumi

kornus

Gubernur Khofifah Undang Masyarakat Ikut Meriahkan Opening Ceremony Porprov VIII Jatim di Stadion Gelora Delta Sidoarjo

kornus