KORAN NUSANTARA
indeks Surabaya

Banyak Puskesmas di Surabaya Tak Miliki Izin Pengoperasian Incinerator Pembakar Limbah

Surabaya (KN) – Data mengejutkan muncul Dari hasil penilaian Adipura di Kota Surabaya muncul data yang mengejutkan. Salah satunya adalah dari hasil tinjauan lapangan di beberapa Puskesmas di Surabaya, yakni rata-rata belum ada yang mengantongi izin pengoperasian incinerator (alat pembakar sampah yang dioperasikan dengan suhu tertentu, sehingga sampah terbakar habis).“Dari hasil survei di lapangan, Rabu (22/11), tim penilai banyak menemukan Puskesmas telah memiliki incinerator namun rata-rata belum mengantongi izin pengoperasiannya,” ujar Direktur Konsorsium Lingkungan Hidup, Imam Rochani.

Ia mengatakan, tak semua puskesmas di Surabaya memiliki incinerator, karena ada yang mengoperasikannya secara gabungan. Namun, yang terpenting adalah izin pengoperasiannya harus ada dan itu rata-rata belum dimiliki. “Izin pengoperasian incinerator ini dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan sesegera mungkin harus dimiliki,” imbaunya.

Menurut dia, izin tersebut sama dengan IPLC (izin pembuangan limbah cair) yang dikeluarkan oleh Bupati atau Walikota. Namun, karena limbah medis termasuk B3 (bahan berbahaya beracun) maka izin dikeluarkan langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan dapat diajukan oleh Dinas Kesehatan setempat.

Incinerator didefinisikan sebagai penghancuran limbah menggunakan pembakaran nyala api dengan kondisi terkendali. Dengan menggunakan incinerator, limbah dapat diuraikan dari senyawa organik yang kompleks menjadi senyawa sederhana seperti karbon dioksida dan air.

Pada proses incinerator, limbah dimasukkan ke ruang/tungku pembakaran yang telah dipanaskan sebelumnya sampai dengan suhu minimum dengan menggunakan bahan bakar tambahan seperti gas alam atau minyak bakar. Tungku pembakaran ini umumnya terbuat dari baja yang dilapisi dengan incinerator khusus.

Ditungku pertama, limbah diberi/dibubuhi gas dan dibakar sebelum dipindahkan ke tungku kedua atau after burner ditempat mana akan diberi bahan bakar tambahan untuk menaikan suhu dan menyelesaikan proses pembakaran. Gas (hasil) pembakaran dikeluarkan melalui cerobong ke atmosfer. Suhu, waktu tinggal, dan pencampuran di tungku pembakaran dikendalikan secara cermat guna memastikan bahwa penghancurannya sempurna dan kontaminan-kontaminannya tidak terbuang melalui cerobong.

Incinerator dapat digunakan terhadap berbagai macam limbah organik, termasuk minyak, pelarut, bahan farmasi, dan pestisida. Proses ini tidak umum digunakan terhadap limbah organik seperti lumpur logam berat dan asam-asam anorganik. Incinerator juga menghasilkan penghancuran berbagai senyawa organik secara sempurna. Kelemahannya adalah kebutuhan akan operator yang terlatih dan potensi emisi ke atmosfer, apabila perencanaannya tidak sesuai dengan kebutuhan operasionalnya.

Dari data Badan Lingkungan Hidup Surabaya, dari 53 puskesmas yang ada di Surabaya, hanya beberapa saja yang dilengkapi IPAL, yakni dibangun pada 2009 sebanyak dua IPAL di dua Puskesmas. Sejauh ini, puskesmas hanya memiliki incenerator, itu pun hanya 15 puskesmas.

Untuk membuat sebuah IPAL butuh dana mencapai Rp200 juta. Itu pun baru digunakan untuk investasi awal, yakni pembangunannya saja dan belum termasuk pemeliharaan. Biaya tersebut juga sangat tergantung pada teknologi IPAL yang akan digunakan. Biasanya IPAL dengan teknologi yang bagus butuh biaya mahal tapi perawatannya murah. Sebaliknya, jika teknologinya rendah, biaya awal memang murah, tapi biaya pemeliharaan mahal. (red)

Related posts

Pemkot Surabaya Imbau Masyarakat Serius Tak Sekedar Iseng Gunakan Layanan 112

kornus

Demokrat Jatim Sembelih 5 Ekor Sapi, Emil : Semoga Ini Semua Bisa Menambah Solidaritas Ukhuwah Islamiyah dan solidaritas Kemanusiaan Kita di Hari Idul Adha

kornus

Wakapuspen TNI tutup Penataran Teknik Wawancara

kornus