KORAN NUSANTARA
Headline indeks Lapsus

Adendum Perjanjian Pasar Turi, Nurwiyatno Ingin Menggali Lubang Menuju Bui

pasar-turiSurabaya (KN) – Ditengah ramainya dugaan penyimpangan dalam kerjasama BGS (Bangun Guna Serah) pembangunan Pasar Turi, dilingkungan Pemkot Surabaya secara tiba-tiba dikejutkan oleh skenario yang diduga rekayasa penutupan kasus Pasar Turi dengan pola adendum perjanjian. Mereka diduga menggunakan kekuatan tangan petinggi JGU (Jatim Graha Utama) yang dikenal dekat dengan Pejabat (Pj) Walikota Surabaya Nurwiyatno yang kini juga masih duduk sebagai salah satu Komisaris JGU.Jika informasi tersebut benar, maka sama saja dengan ingin menggali lubang menuju bui (Lapas Porong), karena Pasar Turi dijadikan obyek BGS tanpa dengan bukti kepemilikan sertifikat yang sah, disebabkan sertifikat 43.000 m2 yang pada tahun 1996 diurus oleh pemkot telah dibatalkan oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan pemkot belum melakukan pengurusan ulang. Selain status tanahnya hak pakai yang tidak dibenarkan untuk dijadikan obyek BGS dengan badan hukum swasta, dan belum pernah dilakukan permintaan persetujuan DPRD secara resmi.

Wakil ketua DPRD Surabaya Darmawan membenarkan adanya rencana adendum perjanjian Pasar Turi antara pemkot dengan PT GBP, akan tetapi rencana itu baru wacana yang disampaikan oleh Pj Walikota Nurwiyatno saat silaturahmi dengan anggota DPRD Surabaya di kediaman walikota beberapa waktu lalu. Namun secara resmi belum diajukan ke DPRD. Pihaknya yang penting, kata Darmawan, rencana tersebut sesuai ketentuan hukum ataukah tidak, jika tidak sesuai ketentuan hukum maka dewan tidak akan mau menyetujuinya kecuali lembaga wakil rakyat sengaja ditinggalkan oleh pemkot.

Darmawan tidak menolak ketentuan dalam undang-undang tentang Pemda dan Permendagri yang menyebut, semua kerjasama yang membebani masyarakat dan atau APBD harus mendapat persetujuan DPRD, tetapi mengapa dulu ketika dilakukan pelelagan sampai dengan pembuatan perjanjian kerjasama tidak meminta persetujuan DPRD, pihaknya tidak ingin mengungkit ungkit. Hanya saja adendum sesuai ketentuan harus mendapatkan persetujuan DPRD, jika Pj Walikota ingin tidak melanggar hukum.

Sementara dari pemkot sendiri diperoleh informasi, rencana adendum tersebut agak menggelikan karena tampak sekali bagian dari desakan yang diduga dari investor yang selama ini menolak keras dilakukan adendum. “Kenapa sekarang getol minta adendum ketika pergantian Walikota ke Pj walikota, padahal sebelumnya ketika diajak adendum menentang terus. Ada apa dengan pejabat sekarang ? apa dibalik upaya adendum tersebut”, cetus sumber yang mmewanti-wanti minta namanya tak disebutkan itu.

Adendum Pasar Turi tersebut sebenarnya sangat memungkinkan, karena pertama harus disertifikatkan dulu obyek BGS, kedua harus mendapatkan persetujuan DPRD, ketiga harus dipaketkan pedagang existing dapat fasilitas menempati dulu baru membayar dan bukan dibalik membayar dulu baru boleh menempati, keempat kontribusi harus dihitung berdasarkan NJOP yang benar oleh Tim apraeisal kementrrian keuangan dengan keputusan walikota, kelima perjanjian harus di notaris dan gambar-gambarnya harus dilekatkan.

“Jika semua ketentuan tersebut dilanggar, saya berfikir pak Nurwiyatno yang juga masih menjabat Kepala Inspektorat Pemprov Jatim itu sama dengan membuka jalan menuju bui (Lapas Porong)”, kata pejabat pemkot yang pernah terlibat di Tim Lelang Pasar Turi tersebut kepada Koran Nusantara.

Perjanjian Pasar Turi antara pemkot dengan PT GBP tersebut, seharusnya telah batal demi hukum karena obyek yang diperjanjikan tidak bersertifikat, karena itu perjanjiannya terdapat rekayasa tidak di notaris pembuatannya, melainkan antara pemkot diwakili oleh Bambang DH selaku walikota saat itu, dan konyolnya penyerahan tanahnya dilakukan oleh Walikota Tri Rismaharini. “Jadi dua walikota tesebutlah yang harusnya bertanggung jawab melanggar aturan dan menyengsarakan pedagang,”tambah sumber tersebut.

Diselesaikan secara hukum

Mengapa persoalan Pasar Turi sangat sulit dapat diselesaikan ? salah satunya karena kurang ada niatan dari para walikota itu sendiri untuk menyelesaikan, disebabkan penyelesaiannya dimulai dari mana dulu karena para walikota sudah dan telah salah langkah. Sementara investor, sulit berjalan mundur apabila perjalannya dapat mengurangi keuntungan. Karena itu salah satu alternatif yang bagus adalah diselesaikan secara hukum.

DPRD Surabaya periode saat ini harusnya dapat membuat Pansus Pasar Turi dan menyerahkan penyelesaiannya secara hukum. Tapi sayangnya suara anggota DPRD yang baru tampil (periode 2014-2019) ini  masih kalah pengaruhnya dengan suara anggota DPRD lama yang sangat tahu bagaimana BGS tanpa persrtujuan DPRD dapat lolos, dan apa latar belakangnya dimenangkan oleh investor Joint Operation. (red)

 

Related posts

Gubernur Khofifah Pastikan Pesan Berantai Kasus Covid-19 Jatim Meningkat yang Beredar di Media Sosial Hoaks

kornus

Pemkot Surabaya Gelar Unjuk Bakat Talenta Seni, Libatkan Ribuan Siswa PAUD

kornus

Beberkan Keberhasilan Bangun Surabaya, Peserta PKA Kagum Kinerja Walikota Risma

kornus